Senin, 06 April 2015

Tata Cara Pemakaman Versi Adat Jawa


Suku Jawa berasal dari Pulau Jawa itu sendiri. Masyarakat di Pulau Jawa ini pun dikenal dengan budaya yang masih sangat kental. Karena kentalnya sampai saat ini pun kerap sering dilakukan adat istiadatnya. Adat istiadat ini turun temurun dari nenek moyang yang mana sampai saat ini kerap diajarkan pada keturunan-keturunan suku jawa. Sehingga adat istiadat ini tetap terjaga hingga saat ini.

Tidak hanya adat istiadat pada momen yang menggembirakan namun Suku Jawa sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia juga memiliki adat istiadat pada momen yang menyedihkan. Salah satunya adalah adat istiadat pada saat kematian.
Terdapat banyak sekali adat istiadat, ritual, upacara yang dilakukan Suku Jawa antara lain:

1. Upacara Mendhak
Tradisi Mendhak adalah salah satu ritual dalam adat istiadat kematian budaya Jawa. Upacara tradisional ini dilaksanakan secara individu atau berkelompok untuk memperingati kematian seseorang. Peralatan dan perlengkapan yang diperlukan untuk upacara tradisional Mendhak adalah tumpeng, sega uduk, side dishes, kolak,ketan, dan apem. Terkadang, sebelum atau sesudah upacara Mendhak dilaksanakan,s anak keluarga dapat mengunjungi makam saudara mereka.Upacara tradisional ini dilaksanakan tiga kali dalam seribu hari setelah hari kematian. Pertama disebut Mendhak Pisan, upacara untuk memperingati satu tahun kematian (365 hari), kedua disebut Mendhak Pindho sebagai upacara peringatan dua tahun kematian, ketiga disebut sebagai Mendhak Telu atau Pungkasan atau Nyewu Dina, yang dilaksanakan pada hari ke seribu setelah kematian.


2. Upacara Surthanah
Upacara Surtanah bertujuan agar arwah atau roh orang meninggal dunia mendapat tempat yang layak di sisi Tuhan. Untuk upacara ini perlengkapan upacara yang disiapkan dibedakan bedasarkan kasta. Untuk golongan bangsawan perlu menyiapkan tumpeng asahan lengkap dengan lauk, sayur adem yang tidak boleh pedas, pecel dengan sayatan daging ayam goreng/panggang, sambal docang dengan kedelai yang dikupas, jangan menir, krupuk, rempeyek, tumpeng ukur-ukuran, nasi gurih, nasi golong, dan pisang raja. Sedangkan untuk golongan rakyat biasa antara lain, tumpeng dengan lauknya, nasi golong, ingkung dan panggang ayam, nasi asahan, tumpeng pungkur, tumpeng langgeng, pisang sajen, kembang setaman, kinang, bako enak dan uang bedah bumi.Upacara ini diadakan setelah mengubur jenazah yang dihadiri oleh keluarga, tetangga dekat, dan pemuka agama.

3. Upacara Nyewu Dina
Upacara ini dilaksanakan untuk memohon pengampunan bagi kerabat yang sudah menghadap maha kuasa yang dilaksanakan seribu hari setelah kematian.Untuk upacara ini golongan bangsawan harus menyiapkan takir pentang yang berisi lauk, nasi asahan, ketan kolak, apem, bunga telon ditempatkan distoples dan diberi air, memotong kambing, dara atau merpati, bebek atau itik, dan pelepasan burung merpati. Sementara pada golongan rakyat biasa,  nasi ambengan, nasi gurih, ketan kolak,apem, ingkung ayam, nasi golong dan bunga yang dimasukan dalam lodong serta kemenyan.Upacara tersebut diadakan setelah maghrib dan diikuti oleh keluarga, ulama, tetangga dan para kerabat jenazah.

4. Upacara Brobosan
Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan rasa hormat dari sanak keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan, dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua.
Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut: 
1.   Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas setelah upacara doa kematian selesai, 
2.   Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka selama tiga kali dan searah jarum jam, 
3.   Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang. Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang masih hidup kepada orang tua dan leluhur mereka. Jadi, jika yang meninggal itu anak-anak, atau remaja, brobosan itu tidak dilakukan.

Menurut kepercayaan Jawa, setelah 1 tahun kematian, Arwah tersebut sudah memasuki dunia abadi untuk selamanya. Untuk memasuki dunia abadi, arwah harus menembuh jalan yang sangat panjang oleh sebab itu diadakan beberapa upacara untuk menemani perjalanan sang arwah.
 source: Aktual


Tidak ada komentar:

Posting Komentar